REAKSI SULTAN MUHAMMAD SIRAJUDDIN TERHADAP KONTRAK POLITIK KOLONIAL TAHUN 1886-1945

Rivaldi Apryanto

Abstract


Reaksi Sultan Muhammad Sirajuddin di Kesultanan Dompo terhadap kontrak politik Kolonial adalah sebagai bentuk reaksi atas kebijakan politik Kolonial. Reaksi ini mengakibatkan Sultan harus diasingkan dan menjadikan Kesultanan Dompo bergabung dengan Kesultanan Bima. Tujuan dari penulisan ini adalah mengetahui reaksi Sultan Muhammad Sirajuddin terhadap kontrak politik Kolonial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya penandatangan perjanjian kontrak antara Kesultanan Dompo dan VOC tahun 1669 menjadi awal dari kekuasaan kolonial di Dompo. Perjanjian tersebut masa Hindia-Belanda dilanjutkan sebagai kontrak politik panjang antara Belanda dan Sultan Muhammad Sirajuddin di Kesultanan Dompo tahun 1886 dan 1905, menimbulkan penentangan oleh Sultan Dompo. Hal ini berkaitan dengan isi kontrak yang menurutnya merugikan kesultanan. Atas reaksi Sultan ini, berbagai upaya telah dilakukan oleh Belanda agar Sultan Dompo ini tunduk salah satunya menggunakan strategi politik devide in empera dalam pewarisan tahta. Strategi ini berhasil dan kemudian membuat Sultan Muhammad Sirajuddin diasingkan bersama kedua putranya. Pasca pengasingan dan meninggalnya Sultan, keadaan Kesultanan Dompo masa Jepang digabungkan dengan Kesultanan Bima hingga Kemerdekaan. Namun ketika Belanda kembali dan membentuk Negara Indonesia Timur (NIT), Kesultanan Dompo menuntut agar berotonomi kembali. Tuntunan ini diterima daengan dilantiknya Sultan serta dikembalikannya otonomi Kesultanan Dompo tahun 1947.

 

Kata kunci: Kesultanan Dompo, Sultan Muhammad Sirajuddin, Kontrak Politik Kolonial

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.