PERJANJIAN DWIKEWARGANEGARAAN: KEHIDUPAN ETNIS TIONGHOA DI KOTA YOGYAKARTA (1950-1970)

Ully Setyowati

Abstract


Pada tahun 1946, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang yang mengatur kewarganegaraan berdasarkan asas ius soli dan sistem pasif. Hal ini menjadikan warga keturunan Tionghoa memiliki kewarganegaraan ganda. Dalam menyelesaikan masalah kewarganegaraan antara Indonesia dengan RRT, kedua negara tersebut melakukan suatu kesepakatan, yaitu perjanjian dwikewarganegaraan pada tahun 1955. Perjanjian tersebut mulai berlaku pada 20 Januari 1960-20 Januari 1962 untuk seluruh warga negara keturunan Tionghoa di Indonesia termasuk di Kota Yogyakarta. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui kehidupan orang Tionghoa sebelum adanya perjanjian dwikewarganegaraan, pelaksanaan perjanjian dwikewarganegaraan dan dampaknya pada kehidupan etnis Tionghoa di Kota Yogyakarta dalam bidang ekonomi, sosial, politik, pendidikan dan budaya.  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar orang Tionghoa menyetujui dan melaksanakan untuk mengganti status kewarganegaraan dan mengganti nama Tionghoa mereka menjadi nama Indonesia. Banyak organisasi-organisasi yang didirikan oleh golongan peranakan bertujuan untuk memperjuangkan nasib dan mencari keadilan bagi masyarakat Tionghoa. Memasuki masa Orde Baru menandai berakhirnya berbagai organisasi politik di Indonesia. Prasangka buruk pemerintah Orde Baru terhadap orang Tionghoa menyebabkan mereka terdiskriminasi. Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan asimilasi dalam segala bidang guna membaurkan masyarakat minoritas kedalam masyarakat mayoritas. Kebijakan asimilasi tersebut juga bertujuan untuk membuktikan kesetiaan masyarakat Tionghoa kepada Indonesia.

 

Kata Kunci: Dwikewarganegaraan, Tionghoa, Yogyakarta.


Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.