PENGARUH DEKLARASI GANJURAN TERHADAP KEHIDUPAN PETANI DI BAMBANGLIPURO BANTUL 1990-1997
Abstract
Abstrak
Pada awal masa pemerintahan Soeharto, pemerintah menyadari pentingnya ketersediaan pangan, untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia. Untuk menjaga ketersediaan pangan maka pemerintahan Orde Baru mencanangkan program Revolusi Hijau. Revolusi Hijau mendorong percepatan produksi pangan dan peningkatan jumlah pangan dengan mengubah teknologi pertanian. Dampak negatif mulai muncul pada akhir pelaksanaan program ini. Berkurangnya unsur hara dalam tanah, rusaknya lingkungan serta hilangnya kemandirian petani. Petani
Bambanglipuro mulai merasakan dampak dari program ini. Gereja Ganjuran mengadakan seminar tani guna membahas dan mencari solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Seminar tani ini kemudian dikenal dengan sebutan
Deklarasi Ganjuran. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses lahirnya Deklarasi Ganjuran, pelaksanaannya, dan dampaknya bagi petani di Bambanglipuro Bantul. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lahirnya Deklarasi Ganjuran merupakan bentuk kepedulian Gereja Katolik terhadap kaum tani yang haknya
dirampas oleh pemerintah melalui program Revolusi Hijau. Deklarasi Ganjuran merupakan hasil dari pelaksanaan AISA V yang diselenggarakan di Gereja Ganjuran sebagai perwujudan misi gereja Asia sebagai Gereja Kaum Miskin/Tani.
Pelaksanaan program Deklarasi Ganjuran dilakukan oleh LSM SPTN-HPS. SPTN-HPS bertugas membina kelompok tani dan memberikan penyuluhan tentang teknis pertanian organik. Dengan adanya pertanian lestari ala Deklarasi
Ganjuran memberikan dampak positif terhadap kehidupan petani di Bambanglipuro, yaitu timbulnya kesadaran petani akan pentingnya menjaga ekologi, serta menggunakan pertanian organik yang lebih murah dan baik untuk
linggkungan. Pertanian lestari yang secara ekonomis sangat terjangkau oleh petani Bambanglipuro, dengan harga produk hasil pertanian organik yang secara harga lebih mahal, sehingga pertanian lestari menjadi solusi alternatif bagi petani untuk memenuhi subsitensinya.
Pada awal masa pemerintahan Soeharto, pemerintah menyadari pentingnya ketersediaan pangan, untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia. Untuk menjaga ketersediaan pangan maka pemerintahan Orde Baru mencanangkan program Revolusi Hijau. Revolusi Hijau mendorong percepatan produksi pangan dan peningkatan jumlah pangan dengan mengubah teknologi pertanian. Dampak negatif mulai muncul pada akhir pelaksanaan program ini. Berkurangnya unsur hara dalam tanah, rusaknya lingkungan serta hilangnya kemandirian petani. Petani
Bambanglipuro mulai merasakan dampak dari program ini. Gereja Ganjuran mengadakan seminar tani guna membahas dan mencari solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Seminar tani ini kemudian dikenal dengan sebutan
Deklarasi Ganjuran. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses lahirnya Deklarasi Ganjuran, pelaksanaannya, dan dampaknya bagi petani di Bambanglipuro Bantul. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lahirnya Deklarasi Ganjuran merupakan bentuk kepedulian Gereja Katolik terhadap kaum tani yang haknya
dirampas oleh pemerintah melalui program Revolusi Hijau. Deklarasi Ganjuran merupakan hasil dari pelaksanaan AISA V yang diselenggarakan di Gereja Ganjuran sebagai perwujudan misi gereja Asia sebagai Gereja Kaum Miskin/Tani.
Pelaksanaan program Deklarasi Ganjuran dilakukan oleh LSM SPTN-HPS. SPTN-HPS bertugas membina kelompok tani dan memberikan penyuluhan tentang teknis pertanian organik. Dengan adanya pertanian lestari ala Deklarasi
Ganjuran memberikan dampak positif terhadap kehidupan petani di Bambanglipuro, yaitu timbulnya kesadaran petani akan pentingnya menjaga ekologi, serta menggunakan pertanian organik yang lebih murah dan baik untuk
linggkungan. Pertanian lestari yang secara ekonomis sangat terjangkau oleh petani Bambanglipuro, dengan harga produk hasil pertanian organik yang secara harga lebih mahal, sehingga pertanian lestari menjadi solusi alternatif bagi petani untuk memenuhi subsitensinya.
Refbacks
- There are currently no refbacks.