WARNA LOKAL NIAS DALAM NOVEL MANUSIA LANGIT KARYA J.A. SONJAYA KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA

wildan failasuf ariefian,

Abstract


Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan warna lokal Nias dalam unsur konflik, unsur
tokoh dan penokohan, serta unsur latar pada novel Manusia Langit  karya J.A. Sonjaya. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif. Subjek penelitian ini adalah novel Manusia Langit karya J.A. Sonjaya,
cetakan pertama September 2010 yang diterbitkan oleh  PT Kompas Media Nusantara. Penelitian
difokuskan pada objek warna lokal Nias yang dikaji secara sosiologi sastra dan didukung dengan teori
unsur-unsur pembangun novel. Data diperoleh dengan teknik baca, simak, dan catat. Instrumen yang
digunakan adalah  humaninstrument. Data dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif.
Keabsahan data diperoleh melalui teknik trianggulasi (referensial) dan reliabilitas (interrater  dan
expertjudgment). Hasil penelitian diuraikan sebagai berikut.  Pertama, warna  lokal Nias dalam konflik
meliputi, (1) aspek wujud konflik, yaitu pertikaian antarmarga, pelanggaran aturan-aturan adat; (2) aspek
penyebab konflik, yaitu menjunjung harga diri; (3) aspek penyelesaian konflik, yaitu sidang adat terbuka,
membayar denda adat, dibunuh/bunuh diri sebagai prinsip keadilan.  Kedua, warna lokal Nias dalam
tokoh dan penokohan meliputi, (1) aspek penamaan tokoh, yaitu nama panggilan yang mengacu pada
silsilah keluarga, nama tokoh berdasarkan nama marga di Nias; (2) aspek penggambaran  fisik tokoh,
yaitu memiliki fisik yang kuat (telapak kaki lebar, bertubuh kekar dan berkulit tebal), memiliki mata dan
mulut merah karena pengaruh tuak dan mengunyah sirih pinang, membawa golok dalam aktivitas sehari-
hari;  (3) aspek karakter tokoh, yaitu  mempunyai keberanian, nyali, dan keteguhan kuat untuk
menjalankan aturan adat, dan terbelenggu oleh aturan adat itu sendiri. Ketiga, warna lokal Nias dalam
latar meliputi, (1) aspek latar tempat, yaitu ladang di atas perbukitan, sungai Gomo, rumah adat Nias, kampung Banuaha, dan pasar Gomo; (2) aspek latar waktu, yaitu pada tahun 2007-2009, malam hari, dan
hari Jumat; (3) aspek latar sosial, yaitu memiliki kepercayaan (mitos, roh leluhur, tanda alam),
menggunakan aturan hukum adat, menyelenggarakan upacara dan pesta adat, memiliki kebiasaan minum
tuak dan mengunyah sirih pinang; menjadikan batu sebagai simbol kehidupan, memiliki tradisi membeli
perempuan (menggunakannya sebagai simpul kekerabatan), serta memiliki sumber penghasilan dari
kegiatan pertanian, berladang cokelat, nilam, menyadap karet, dan beternak babi.

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.