Bentuk Dan Makna Simbolik Penyajian Kesenian Buncis Paguyuban Ngudi Utama Desa Tanggeran Kecamatan Somagede Kabupaten Banyumas

Abstract

untuk mendeskripsikan Bentuk dan Makna Simbolik
Penyajian Kesenian Buncis di paguyuban Ngudi Utama desa Tanggeran kecamatan
Somagede kabupaten Banyumas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dilaksanakan pada bulan
Februari 2016 sampai dengan bulan Mei 2017. Data diperoleh dengan metode observasi,
wawancara dan studi dokumentasi. Analisis data di dilakukan secara deskriptif kualitatif yaitu
mereduksi data, menyajikan data, dan kesimpulan. Keabsahan data diperoleh dengan
menggunakan triangulasi sumber.
Bentuk penyajian kesenian Buncis terdiri dari tiga babak yaitu babak satu (awal),
babak dua (inti) dan babak tiga (janturan). Setiap babak memiliki gerak- yang berbeda dan
makna yang berlainan. Babak satu terdiri dari gerak entrakan, lampah tigo dan ingset yang
memiliki makna kebahagiaan dan kerukunan masyarakat Banyumas. Babak dua berisi gerak
lampah tigo, junjung tekuk, ingset, dan hoyogan menggambarkan sosok prajurit yang tegas
dan kuat. Babak tiga berisi janturan yang memiliki makna bahwa setiap manusia dalam
melakukan sesuatu hal tidak boleh berlebihan. Desain lantai melingkar pada babak satu
menggambarkan kerukunan hidup, desain lantai lurus pada babak dua bermakna ketegasan
dan kekuatan. Iringannya menggunakan gendhing Manyar Sewu, Tlutur, Bendrong Kulong,
Ricik-ricik, Renggong Manis dan Eling-eling. Tembang Manyar Sewu melambangkan
kerukunan dan persatuan, tembang Eling-eling memiliki pesan agar senantiasa ingat kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Tata rias berupa coretan di bagian wajah, perut dan punggung, tata
busana menggunakan rumbai-rumbai daun kelapa kering dan mahkota bulu ayam, tata
panggung di lapangan, pelataran makam dan tempat yang luas, tata lampu menggunakan obor
dan properti yang digunakan berupa angklung, senjata keris, panah serta tombak.
Kata kunci : Bentuk Penyajian, Makna simbolik, Kesenian Buncis