Eksistensi Perempuan di DPRD DIY 1956-1982

Nur Janti

Abstract


Skripsi berjudul Eksistensi Perempuan di DPRD DIY 1956-1982 ini
mengambil tema sejarah perempuan. Pemilihan rentang waktu penelitian bertujuan
untuk membandingkan kondisi perempuan ketika model pemerintahan masih
Demokrasi Konstitusional, kemudian masuk ke Era Sukarno dengan Demokrasi
Terpimpin, era transisi dari Sukarno ke Suharto, lalu yang terakhir adalah era
Suharto. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses dan perkembangan
kondisi politik juga perempuan sepanjang tahun 1956-1982.  
Penelitian ini menggunakan metode sejarah kritis yang terdiri atas heuristik,
kritik sumber, interpretasi, dan penulisan sejarah. Heuristik merupakan
pengumpulan sumber dan data terkait tema yang diangkat. Kritik sumber
merupakan upaya untuk memilah dan menguji validitas data yang sudah didapat
baik dari fisik maupun isi data tersebut. Interpretasi dilakukan untuk menafsirkan
fakta sejarah agar fakta sejarah dapat dirangkai secara logis dan analitis. Terakhir
adalah penulisan sejarah, yakni proses penulisan yang di dalamnya berisi hasil dari
interpretasi serta mencantumkan cerita sejarah yang sebelumnya telah diuji.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa pada era Sukarno
ruang gerak perempuan untuk terjun ke politik sangat terbuka. Sukarno dalam
berbagai kesempatan selalu mengajak perempuan untuk berpolitik. Organisasi
perempuan sayap partai, seperti Aisyiyah, Wanita NU, Wanita Katolik, dan Wanita
Marhaenis, adalah salah satu jalan para perempuan untuk menjadi anggota DPRD
DIY. Di era Suharto ruang gerak perempuan dipersempit dengan organisasi
bentukan pemerintah. Suharto berusaha menerapkan ibuisme negara untuk
meredam aktivitas politik perempuan. Meskipun keterwakilan perempuan di DPRD
masih ada tapi beralih dari semula militan menjadi partisipatoris-pasif.
Pengangkatan anggota DPRD DIY di era Sukarno dilakukan melalui penunjukan,
bukan melalui pemilihan. Pemerintah Sukarno hanya sekali melaksanakan pemilu
nasional pada 1955, sedangkan pilkada DIY diselenggarakan dua kali, yakni 1951
dan 1957. Perempuan anggota DPRD DIY di era Suharto datang dari organisasi
istri baik militer, seperti PIA Ardhya Garini, Persit Kartika Chandra Kirana,
maupun Dharma Wanita. Mereka masuk ke DPRD DIY melalui Golongan Karya
dengan penugasan. Jumlah perempuan anggota DPRD DIY di era Sukarno
sebanyak 7 orang dan cenderung menjabat lebih dari satu periode. Berbeda halnya
di era Suharto, yakni 9 orang dengan pergantian person di tiap periode. Peran
perempuan di kedua zaman tidak memiliki pengaruh yang besar namun tetap aktif.
Sebagai contoh Thr. Sumarto, anggota DPRD DIY era Sukarno terpilih menjadi
Panitia Otonomi sedangkan di era Suharto Kantini Widodo dan Tisniarti menjadi
ketua dan wakil ketua komisi.

Kata Kunci: Eksistensi, Perempuan, DPRD, Yogyakarta

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.