INDUSTRI EMPING GARUT DI DESA BLANGU KECAMATAN GESI KABUPATEN SRAGEN
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Faktor-faktor produksi yang terkait industri emping garut, 2) Hambatan yang dihadapi dalam kegiatan industri emping garut, 3) Upaya mengatasi hambatan dalam kegiatan industri emping garut.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah 39 pengrajin industri emping garut di Desa Blangu. Metode pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik pengolahan data menggunakan editing, coding, dan tabulasi. Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan tabel frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Modal, Pengrajin mengeluarkan modal awal sebanyak ⤠Rp 280.000,00 dan Rp 280.001 â Rp 460.000,00 dengan frekuensi masing-masing adalah 30,77%. Sebagian besar modal berasal dari uang
pribadi. Bahan baku, 30,77% pengrajin memproduksi ⤠600 Kg umbi garut dalam waktu satu bulan. Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh 33,00% pengrajin untuk membeli bahan baku yaitu ⤠Rp 1.800.000,00. Tenaga kerja, 15 pengrajin mempunyai tenaga kerja 2 orang dan usia tenaga kerja terbanyak di usia 35-39 tahun, yaitu sebesar 23,46%. Pemasaran, 100% pengrajin Blangu memasarkan hasil produksinya setengah jadi kepada pengepul. Sumber energi, pengrajin menggunakan kayu bakar untuk merebus umbi dan panas matahari untuk proses pengeringan emping garut. Transportasi, menggunakan motor untuk mengangkut bahan baku dan menjual hasil produksi ke pengepul. 2) Hambatan-hambatan yang dihadapi pengrajin adalah keterbatasan modal dan bahan baku, belum ada bantuan dari pemerintah, kekurangan tenaga kerja, belum mampu memasarkan produk
sendiri, hasil produksi diberi label dagang oleh pengepul, harga gas dan minyak tanah mahal, panas matahari yang kurang mendukung dalam proses penjemuran, tidak mempunyai alat transportasi yang memadai dan belum ada alat yang mempermudah proses produksi. 3) Upaya mengatasi hambatan adalah meminjam bantuan modal kepada keluarga, bank atau koperasi dan pengepul, membeli bahan baku tidak hanya ke satu penjual/pemasok, mempekerjakan anggota keluarga, menjual hasil produksi ke pengepul, memakai sumber energi lain berupa kayu bakar, mengoptimalkan produksi disaat cuaca panas, pengangkutan bahan baku menggunakan sepeda motor dengan cara bolak-balik dan pengajuan pengadaan alat produksi ke pemerintah.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah 39 pengrajin industri emping garut di Desa Blangu. Metode pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik pengolahan data menggunakan editing, coding, dan tabulasi. Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan tabel frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Modal, Pengrajin mengeluarkan modal awal sebanyak ⤠Rp 280.000,00 dan Rp 280.001 â Rp 460.000,00 dengan frekuensi masing-masing adalah 30,77%. Sebagian besar modal berasal dari uang
pribadi. Bahan baku, 30,77% pengrajin memproduksi ⤠600 Kg umbi garut dalam waktu satu bulan. Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh 33,00% pengrajin untuk membeli bahan baku yaitu ⤠Rp 1.800.000,00. Tenaga kerja, 15 pengrajin mempunyai tenaga kerja 2 orang dan usia tenaga kerja terbanyak di usia 35-39 tahun, yaitu sebesar 23,46%. Pemasaran, 100% pengrajin Blangu memasarkan hasil produksinya setengah jadi kepada pengepul. Sumber energi, pengrajin menggunakan kayu bakar untuk merebus umbi dan panas matahari untuk proses pengeringan emping garut. Transportasi, menggunakan motor untuk mengangkut bahan baku dan menjual hasil produksi ke pengepul. 2) Hambatan-hambatan yang dihadapi pengrajin adalah keterbatasan modal dan bahan baku, belum ada bantuan dari pemerintah, kekurangan tenaga kerja, belum mampu memasarkan produk
sendiri, hasil produksi diberi label dagang oleh pengepul, harga gas dan minyak tanah mahal, panas matahari yang kurang mendukung dalam proses penjemuran, tidak mempunyai alat transportasi yang memadai dan belum ada alat yang mempermudah proses produksi. 3) Upaya mengatasi hambatan adalah meminjam bantuan modal kepada keluarga, bank atau koperasi dan pengepul, membeli bahan baku tidak hanya ke satu penjual/pemasok, mempekerjakan anggota keluarga, menjual hasil produksi ke pengepul, memakai sumber energi lain berupa kayu bakar, mengoptimalkan produksi disaat cuaca panas, pengangkutan bahan baku menggunakan sepeda motor dengan cara bolak-balik dan pengajuan pengadaan alat produksi ke pemerintah.
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2017 Geo Educasia - S1