Bahasa Waria Sebagai Identitas Budaya Subkultur

Ayu Nurani Fauzah, Grendi Hendrastomo

Abstract


Artikel ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penggunaan bahasa melalui
praktik diskursif mampu membentuk identitas waria sebagai subkultur.Teori yang
digunakan adalah analisis wacana kritis Michel Foucault. Dalam konteks ini
mengungkap adanya relasi pengetahuan-kekuasaan melalui penggunaan bahasa dalam
wacana waria di komunitasnya, yang kemudian mengkonvensi identitas waria sebagai
gender ketiga (the third gender). Diskursus waria sebagai gender ketiga teridentifikasi
oleh praktik diskursif berupa penamaan dan sapaan, perubahan bentuk tubuh, cara
berperilaku, cara berdandan, serta bidang pekerjaan yang waria tekuni. Praktik diskursif
tersebut bertujuan sebagai sarana pemuasan hasrat yang terdapat dalam diri waria
sebagai manusia, yakni untuk memperoleh haknya sebagai manusia, memperoleh
kesenangan (pleasure), dan kebenaran tentang diri. Semua batasan diskursif waria
direpresentasikan dalam bahasa waria yang berperan penting sebagai bahasa komunitas
(speech community), dan menjadi salah satu simbol yang menunjukkan identitas waria
sebagai subkultur, dimana waria mempunyai kebudayaan sendiri yang berbeda atau
khas dari kebudayaan arus utama masyarakat.
Kata kunci: Waria, Identitas, Subkultur, Wacana Atau Diskursus.

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


eISSN: 2827-9417